Good Music

0

Posted by nirwan.hadiprabowo | Posted in | Posted on 10:11 AM




Goodnight Electric adalah sebuah poyek musik studio. Berawal pada akhir tahun 2003 dengan komputer di sebuah kantor organisasi senirupa, ruangrupa. Henry Foundation mulai merekam beberapa materi untuk proyek yang hanya memang untuk direkam, tanpa ada konsep “live performance”. Materi yang seharusnya selesai dan dirilis bulan Februari 2004 ini mundur karena beberapa hal. Proyek ini nyaris gagal hingga Henry Foundation membuka kembali file-file materi lama dan mencoba merampungkannya pada bulan Oktober dengan beberapa tambahan materi baru dan fix dengan 9 materi untuk proyek ini dengan “Love and Turbo Action” sebagai judul album perdananya. Proyek ini juga menyertakan Rebecca Theodora, mantan backing vocal The Upstairs, Rumah Sakit dan juga masih mengisi back vocal untuk Straight Out ini mengisi female voice untuk Goodnight Electric.



Goodnight Electric sendiri memiliki ciri musik pop ringan yang dikerjakan dengan computer sound base dan synthesizer. Terinspirasi dari musisi seperti Robert Smith, Depeche Mode, Belle and Sebastian, The Human League dan The Lightning Seeds, Goodnight Electric mencoba menawarkan electronic pop untuk pendengarnya.



Goodnight Electric “Love and Turbo Action” dirilis oleh H.F.M.F records pada pertengahan bulan Desember 2004 dalam bentuk CD dengan single pertama “Am I Robot?” yang mendapat respon cukup baik di radio-radio Jakarta. Menempati peringkat satu selama 2 minggu pada indie chart Prambors FM “Nu Buzz” dan MTV Sky “Jamu” pada bulan Februari 2005. Pada bulan Maret, single kedua “The Supermarket I Am In” hingga kini masih menjadi request favorit.



Pada pertengahan bulan April, H.F.M.F records merilis kembali Goodnight Electric “Love and Turbo Action” re-package silver album dalam bentuk CD dan kaset, dengan 3 materi tambahan, yaitu remix dari The Adams, DJ Oreo dan ApeOnTheRoof.



Goodnight Electric juga telah menyelesaikan video musik “Am I Robot?” yang dikerjakan oleh rumah produksi The Jadugar, “The Supermarket I Am In” oleh Platon Theodoris yang telah tayang di beberapa stasiun TV lokal Jakarta maupun nasional, dan juga yang sedang dalam penggarapan untuk video musik “A.S.T.U.R.O.B.O.T” oleh Anggun Priambodo dan “Rocketship Goes By” oleh Cerahati.



The Band

Henry Foundation – Voice & Sequencer
Hendy Ned Robot – Synthesizer
Oom Leo – Keyboard

source http://www.aksararecords.com/index.php?Itemid=51&id=5&option=com_artistavenue&task=singleArtist

White Shoes & the Couples Company

0

Posted by nirwan.hadiprabowo | Posted in | Posted on 12:32 PM


White Shoes & The Couples Company adalah sebuah band kecil yang sedikit dipengaruhi oleh semangat akustik para musisi classic jazz di tahun 30-an. Dengan classic strings arrangement yang dibubuhi sedikit retro disco, easy listening accoustic ballads & sedikit sentuhan nada dari keyboard mainan anak-anak keluaran akhir 70-an.


AWAL TERBENTUK

Agustus 2002, di sebuah kampus kesenian di bilangan Jakarta Pusat. Dua orang mahasiswa Seni Rupa, Aprilia Apsari (Sari) & Yusmario Farabi (Rio) yang sedang menjalin hubungan asmara, memutuskan untuk membuat sebuah grup musik dengan mengajak teman dekat satu fakultas mereka yang bernama Saleh. Maka terbentuklah formasi pertama grup musik White Shoes & The Couples Company. Sari pada posisi vokal & violin, Rio pada posisi gitar rhythm, serta Saleh pada posisi gitar melodi. Dengan formasi awal ini mereka bertiga tampil pertama kali pada sebuah acara kampus. Namun tampil hanya bertiga bukanlah rencana pertama, karena dari awal sebenarnya Sari & Rio ingin sekali mengajak sepasang suami istri dari fakultas musik, Ricky Surya Virgana (Ricky) & Mela. Tetapi karena sedang sibuk mengajar dan mengisi beberapa orchestra, mereka tak dapat ditemui. Selang beberapa bulan, mulailah sepasang suami istri tersebut bergabung dalam White Shoes & The Couples Company, Ricky pada posisi bass & cello serta Mela pada posisi keyboard, piano & viola.




LAGU

Lagu White Shoes & The Couples Company yang pertama ditulis adalah ‘Runaway Song’ oleh Sari & Rio, lagu berikutnya adalah ‘Windu & Defrina’ , lalu mulai berdatangan lagu-lagu berikutnya seperti ‘Sunday Memory Lane’ & ‘Nothing To Fear For Now’.




MANAGER

Pertemuan grup musik ini dengan managernya, Indra Ameng, adalah cerita yang lain lagi. Mengenal sesosok Indra Ameng sebagai manager tentunya tidak asing, karena sebelumnya Indra Ameng adalah manager band lawas Rumahsakit, yang terkenal di tahun ’90-an, namun pertemuan White Shoes & The Couples Company dengan Indra Ameng bukanlah bukanlah melalui dunia musik, justru mereka bertemu di dunia Seni Rupa, karena selain seorang manager band, Indra Ameng adalah seorang Perupa, dan seorang program koordinator di sebuah artist’ initiative; Ruangrupa.




DRUMMER

Pada awalnya White Shoes & The Couples Company tidak memiliki drummer, dan karena ini Ricky mengusulkan untuk mengajak teman satu fakultasnya yang bernama John Navid a.k.a Lau Kun Sin sebagai additional drummer, namun seiring waktu berlalu dan sesuai dengan kebutuhan, pada tahun 2004 John kemudian menjadi drummer tetap, maka lengkaplah sudah formasi akhir White Shoes & The Couples Company.


ALBUM

White Shoes & The Couples Company merekam albumnya di bawah naungan perusahaan rekaman Aksara Records berisikan 11 lagu. Album diproduksi dalam bentuk CD dan kaset, dirilis oleh Aksara Records dan didistribusikan oleh Universal Music Indonesia.


White Shoe & The Couples Company:

NONA SARI – vocal

TUAN YUSMARIO FARABI – acoustic guitar

TUAN SALEH – electric guitar, backing vocal

TUAN RICKY SURYA VIRGANA – cello, bass

NYONYA MELA VIRGANA – piano, viola, keyboards

TUAN JOHN – drums, vibes

source http://www.aksararecords.com/index.php?Itemid=51&id=2&option=com_artistavenue&task=singleArtist

the golden sound from the underground

2

Posted by nirwan.hadiprabowo | Posted in | Posted on 5:59 PM





















“They Love to See You Dance”

Skena musik dansa kembali diramaikan oleh salah satu aksi menawan grup hasil eksperimen sang frontman kharismatik, Heru a.k.a Poppa Tee (Voc/MC/Producer), yang juga pentolan grup musik ska legendaris Shaggy Dog, bersama D’metz (Selectah/Producer/DJ). Mereka menyihir dan mengajari audiens bagaimana mengoyang pinggul dengan formula campuran antara dancehall, dub, ragamuffin, sedikit Drum n Bass hingga funk cariocca.

Beat eksotik nan elegan yang tebal memenuhi segenap sudut venue SoundClash #2 malam itu. Sarat akan semangat Jamaican Rebel. DubYouth sedang menyelesaikan set list mereka, dan seperti biasa dancefloor dijubeli audiens yang seperti tak kenal lelah berjoged mengikuti ritme yang dihasilkan rangkaian equipment set D’metz. Mereka seperti tak mengindahkan lengketnya keringat yang terus bercucuran.

Sudah 2 tahun belakangan ini DubYouth “tebar pesona” di berbagai gigs, mengundang antusiasme massa dan tak pandang bulu, dari hipsters, hard-drinkers, party goers hingga smokers. Semua larut dalam hingar bingar ritmis. Tak bisa dipungkiri, ini tentu menambah warna warni baru dunia permusikan Indonesia yang “agak tak sehat” akhir-akhir ini, sekaligus menstimulasi iklim bermusik yang kreatif dan inovatif di jagad permusikan negeri ini. Musik mereka tergolong baru di Indonesia, tapi masih berakar pada pada Reggae dan HipHop yang sudah ada sejak beberapa dekade lalu. Dengan masih “se-famili” bersama dance music lain yang sudah ramai sebelumnya, tidak berlebihan bila orang yang awam akan dancehall sekalipun akan mengangguk-anggukan kepala atau bergoyang begitu mendengar musik mereka, minimal mengentak-entakkan sebelah kaki, disadari atau tidak.



Sebelum semuanya terjadi, obrolan ringan antar dua pemuda yang sedang demam mendengarkan musik reggaedub itu berujung pada sebuah proyek musik yang mengantarkan mereka pada eksplorasi campuran musik urban dengan musik Jamaica, ditambah dengan pemanfaatan maksimal alat-alat elektronik yang mereka punyai. “Dan secara spontan muncul kata slang khas Jogja “dabyut” yang berarti mushroom/magic mushroom yang kemudian kita jadiin “dubyouth.” Kata sang MC.



Sama halnya dengan grup-grup musik lain yang sudah eksis lebih dulu, mereka memulai semua dari nol kecil dan memanfaatkan situs jejaring sosial Myspace semaksimal mungkin hingga akhirnya single mereka mampu menembus chart no.1 di salah satu radio ternama di Jakarta. “Kita mulai dari bener-bener bawah, dari pesta rumahan, pesta dadakan hingga pembukaan pameran. Sebelum akhirnya kita bisa perform di berbagai club di seluruh Nusantara.” Ungkap Poppa Tee. Mereka pun tak memasang target muluk-muluk, selain memiliki agenda untuk merilis album tahun ini mereka berharap bisa unjuk gigi di festival-festival musik Internasional sembari terus melakukan eksperimen-eksperimen ajaib di laboratorium musik mereka.



source http://adirenaldi.wordpress.com/2009/03/21/dubyouth-soundsystem/

PESTA MIKRO 3!!

0

Posted by nirwan.hadiprabowo | Posted in | Posted on 1:46 AM

Funkot, Musik Asli Indonesia yang Dipandang Sebelah Mata

29

Posted by nirwan.hadiprabowo | Posted in | Posted on 1:30 AM

Funky Kota, atau yang lebih popular dengan sebutan Funkot, merupakan jenis musik yang sering dimainkan pada klub – klub dan diskotik di daerah Kota. Musik ini merupakan sub genre dari musik house atau funky dimana musik dimainkan dengan tempo upbeat dan dengan bass line yang menggema, sangat cocok untuk mengiringi para pengunjung ‘berajojing’ ria. Funky Kota sendiri merupakan pengembangan lanjut dari musik house dimana terdapat unsur – unsur musik lokal Indonesia yang dimasukkan seperti dangdut, campur sari, gamelan, dan sebagainya walaupun tidak selalu. Umumnya musik Funkot merupakan versi remix dari musik - musik lokal Indonesia yang sedang naik daun, namun tidak jarang pula para DJ Funkot yang me-remix musik – musik dari artis – artis luar negeri. Kata Funky Kota itu sendiri muncul dengan hanya menggabungkan kata Funky dan Kota yang digunakan untuk menyebut jenis musik disko yang sering dimainkan di daerah Kota. Funky Kota juga memiliki sebutan lain seperti House Kota, Timplung, dan Tung – Tung. Untuk sebutan yang terakhir, Tung –Tung, merupakan kata yang terbentuk berdasarkan bunyi dari musik Funky Kota itu sendiri yang menyerupai suara tung – tung – tung – tung. Musik ini kadang diidentikkan dengan musik terminal karena biasanya musik ini dimainkan pada diskotik di dekat terminal dimana pengunjungnya adalah para supir angkutan.



Tidak dapat dipastikan sejak kapan jenis musik ini lahir, namun beberapa pengamat musik berpendapat bahwa perkembangan musik ini tidak terlepas dari peran salah satu pelopor aliran musik ini yaitu grup musik Barakatak. Grup musik yang sebenarnya telah ada pada era 90-an ini baru terdengar dan terkenal oleh anak – anak muda sejak beberapa tahun lalu berkat jasa situs broadcast yang sangat terkenal yaitu Youtube. Barakatak mulai dikenal lewat video klip yang berjudul ‘Buka – bukaan’. Lagu tersebut merupakan versi remix dari lagu ‘dragostea din tei’ yang populer akibat film animasi ‘Chicken Little’. Lagu yang dipopulerkan oleh grup musik asal Moldova, O-Zone tersebut kemudian diparodikan, diganti liriknya menjadi bahasa Indonesia dan dikemas dengan video klip yang sangat jenaka. Dari situ lah nama Barakatak diingat sebagai keyword Youtube untuk video – video yang lucu. Mungkin sejak saat itulah semakin mencuatlah kata Fungky Kota ke kancah musik Indonesia. Namun selalu saja ada kontroversi, banyak orang yang mengkritik Barakatak hanya sebagai musik murahan, kampungan, dan hanya berfungsi sebagai gimmick saja.





Musik Funkot kembali mencuat ke permukaan sekitar tahun 2006 berkat sebuah grup musik anak muda kreatif yang menyebut diri mereka ‘Jalur Pantura’. Grup musik yang berprinsip ‘Pantang Pulang Sebelum Bergoyang’ tersebut memiliki live performance yang unik yaitu terdiri dari dua DJ dan sebelas penari tanpa koreografi yang menggunakan kostum – kostum yang kreatif pada setiap aksinya. Grup musik ini sempat sukses menjadi langganan pengisi acara – acara pentas seni SMA – SMA di sekitar Jakarta Selatan. Namun belakangan namanya mulai menghilang dan tidak terlihat lagi aksi panggungnya yang unik.



Sejak kemunculannya musik Funkot sering dibanding – bandingkan dengan ‘musik selatan’ yaitu musik – musik dance Top 40 buatan DJ luar negeri yang terkenal secara internasional dan sering dimainkan di klub – klub di bilangan Jakarta Selatan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa musik Funkot dan musik selatan tidak dapat disejajarkan, musik Funkot tidak dapat dimainkan di klub – klub elit karena dapat memberikan kesan kampungan dan ‘norak’. Ini yang menyebabkan musik Funkot dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan. Banyak orang yang menganggap Funkot tidak dapat masuk ke segmen menengah – atas karena perbedaan tingkat selera, seperti musik dangdut dan musik pop. Padahal bayaran seorang DJ Funkot tidak berbeda dengan DJ genre lainnya, seorang DJ Funkot senior dapat meraup bayaran hingga 25 juta untuk satu show saja. Ini menunjukkan bahwa Funkot tidak murahan dan memiliki kapasitas sama dengan DJ – DJ lainnya.

Musik Funkot pastinya akan terus menuai kontroversi pro dan kontra, akan terus ada yang melemparkan kritik pedas akan keberadaan musik ini, dan ada pula yang terus memperjuangkan musik ini agar tetap eksis. Namun bila kita lihat secara positif, keberadaan Funkot dapat memberikan benefit bagi bangsa Indonesia, musik ini dapat dijadikan sebuah komoditi unik yang hanya ada di Indonesia yang dapat di-ekspor dan diperkenalkan kepada dunia sebagai sebuah sub-genre baru dari musik House dan Indonesia dapat menjadi kiblat musik Funkot dunia. Kita kembalikan masa kejayaan musik Indonesia seperti pada masa ‘The Tielman Brothers’ yang berhasil meng-influence musik – musik eropa sekelas ‘The Beatles’. Untuk menciptakan sebuah aliran musik baru tentunya tidaklah mudah, membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, musik ini kini telah menjadi salah satu budaya Indonesia yang merupakan aset yang tak ternilai bagi kita semua, seharusnya kita mengapresiasi hasil jerih payah saudara – saudara kita sebab kalau bukan kita siapa lagi yang dapat menjaga musik ini terus eksis dan tidak diakui pihak lain.

-nirwanirwan

Chiptune di Indonesia

2

Posted by nirwan.hadiprabowo | Posted in | Posted on 12:56 AM

Chiptune di Indonesia bisa di katakan berawal pada tahun 2006. Hanya segelintir musisi yang mencoba musik seperti ini. Pada awal tahun 2007, segelintir musisi tersebut hanya bertemu dan membahas musik ini di myspace. Dari situ terbesit lah suatu ide untuk membuat suatu event tempat berkumpulnya para musisi chiptune yaitu Pestamikro.

Road Block

Pada akhir 2006 CMM dan JW86 mempunyai sebuah misi dalam mengedukasi masyarakat dengan musik chiptunes, misi tersebut mulai menemukan titik terang disaat JW86 dan CMM mengadakan "gigs" di jalan raya guna menarik perhatian khalayak masyarakat.

Gigs seperti ini terinspirasi dari rekan sejawat yang mengusung musik chiptune di Eropa, Amerika dan Jepang. Pada salah satu acara yang dilakukan dengan serupa atau gigs mendadak dijalan raya oleh JW86 dan CMM dinobatkan menjadi ”RoadBlock". Alhasil dari Road Block ini muncullah musisi-musisi chiptune baru pada waktu itu, seperti Local Drug Store, Pickney dll.


Pestamikro



Pestamikro adalah festival musik chiptune tahunan pertama di indonesia dan bertaraf international. Menampilkan performance dari para musisi chiptune handal baik lokal maupun manca negara. Bertujuan untuk merealisasikan tali persaudaraan, mendukung semangat juang antar musisi, dan tempat bertukar pikiran dan unjuk kebolehan dari para musisi. Konsep “sederhana” dengan hasil yang “maksimal”

Pesta Mikro Vol. 1 diselenggarakan dipertengahan tahun 2007 di jakarta yang menampilkan 7 musisi chiptune lokal diantaranya Curah Melodia Mandiri (CMM), Jake Whale 86 (JW86), Arcade Playmate dan Godard. Musisi Chiptune yang mendukung Pesta Mikro Vol 1 tersebut juga berasal dari luar Jakarta, seperti Local Drug Store dari Bandung, Cacat Nada dari Jogjakarta, Hellostereo! dari Semarang dan Godard dari Bali.

Pestamikro Vol.2 diselenggarakan pada 13 desember 2008. bertempat di rossi musik fatmawati, menampilkan 8 artis Indonesia dan 1 artis luar Indonesia, yaitu je deviens dj en 3 jours dari (nice, perancis), cacat nada (jogjakarta), jw86 (jakarta), DYZTRK (jakarta), turboblip (bogor), Local Drug Store (bandung), Bit the medusa (jakarta) dan hellostereo (semarang).




Indonesian Chiptune



Setelah suksesnya event Pestamikro Vol.1 pada tahun 2007, banyak sekali bermunculan projek2 chiptune lainnya. Agar para pergerakan musisi nya tetap aktif dan karena banyaknya permintaan mengenai info chiptune musik ini, kita sepakat mendirikan sebuah komunitas chiptune dengan nama “Indonesian Chiptune”. Kegiatan yang dilakukan adalah memberikan presentasi mengenai chiptune musik ini ke public, mengadakan acara gathering para musisi chiptune dan menjalin hubungan dengan komunitas chiptune dunia. Indonesian chiptune telah hadir beberapa kali di hadapan public diantara di ‘Toys fair’ dan “urban fest 2008’.




@ Toysfair 08

@ urbanfest 08

More info www.myspace.com/indonesianchiptunes

Salah satu hasil buah karya komunitas ‘Indonesia Chiptune’ yang lain adalah “Pocket Operator”.


Pocket Operator

Pocket operator adalah mini event komunitas chiptune di indonesia. Acara ini bertujuan untuk menjaga agar komunitas ini tetap aktif, kreatif dan selalu memberikan sesuatu hal baru yang fresh. Di setiap event kita akan selalu memberikan ruang untuk pergerakan kultur modern-retro. Oleh karena itu, kita mengadakan kolaborasi dengan komunitas seni lainnya untuk mendukung tema di setiap event.

Event ini adalah tempat berkumpulnya para pencinta chiptune musik dan pencinta karya seni bertemakan video game. Mengingat kan kita kepada konsole game klasik yang mendapatkan support dan antusias dari setiap generasi. Di event ini, kita akan menampilkan beberapa performance dari musisi-musisi chiptune handal dan DJ yang akan memutar kan lagu-lagu chiptune. Dan juga, kolaborasi dengan komunitas seni untuk membuat mini art exebition di dalam satu event.



source musiktek.com