Posted by nirwan.hadiprabowo | Posted in | Posted on 5:59 PM
“They Love to See You Dance”
Skena musik dansa kembali diramaikan oleh salah satu aksi menawan grup hasil eksperimen sang frontman kharismatik, Heru a.k.a Poppa Tee (Voc/MC/Producer), yang juga pentolan grup musik ska legendaris Shaggy Dog, bersama D’metz (Selectah/Producer/DJ). Mereka menyihir dan mengajari audiens bagaimana mengoyang pinggul dengan formula campuran antara dancehall, dub, ragamuffin, sedikit Drum n Bass hingga funk cariocca.
Beat eksotik nan elegan yang tebal memenuhi segenap sudut venue SoundClash #2 malam itu. Sarat akan semangat Jamaican Rebel. DubYouth sedang menyelesaikan set list mereka, dan seperti biasa dancefloor dijubeli audiens yang seperti tak kenal lelah berjoged mengikuti ritme yang dihasilkan rangkaian equipment set D’metz. Mereka seperti tak mengindahkan lengketnya keringat yang terus bercucuran.
Sudah 2 tahun belakangan ini DubYouth “tebar pesona” di berbagai gigs, mengundang antusiasme massa dan tak pandang bulu, dari hipsters, hard-drinkers, party goers hingga smokers. Semua larut dalam hingar bingar ritmis. Tak bisa dipungkiri, ini tentu menambah warna warni baru dunia permusikan Indonesia yang “agak tak sehat” akhir-akhir ini, sekaligus menstimulasi iklim bermusik yang kreatif dan inovatif di jagad permusikan negeri ini. Musik mereka tergolong baru di Indonesia, tapi masih berakar pada pada Reggae dan HipHop yang sudah ada sejak beberapa dekade lalu. Dengan masih “se-famili” bersama dance music lain yang sudah ramai sebelumnya, tidak berlebihan bila orang yang awam akan dancehall sekalipun akan mengangguk-anggukan kepala atau bergoyang begitu mendengar musik mereka, minimal mengentak-entakkan sebelah kaki, disadari atau tidak.
Sebelum semuanya terjadi, obrolan ringan antar dua pemuda yang sedang demam mendengarkan musik reggaedub itu berujung pada sebuah proyek musik yang mengantarkan mereka pada eksplorasi campuran musik urban dengan musik Jamaica, ditambah dengan pemanfaatan maksimal alat-alat elektronik yang mereka punyai. “Dan secara spontan muncul kata slang khas Jogja “dabyut” yang berarti mushroom/magic mushroom yang kemudian kita jadiin “dubyouth.” Kata sang MC.
Sama halnya dengan grup-grup musik lain yang sudah eksis lebih dulu, mereka memulai semua dari nol kecil dan memanfaatkan situs jejaring sosial Myspace semaksimal mungkin hingga akhirnya single mereka mampu menembus chart no.1 di salah satu radio ternama di Jakarta. “Kita mulai dari bener-bener bawah, dari pesta rumahan, pesta dadakan hingga pembukaan pameran. Sebelum akhirnya kita bisa perform di berbagai club di seluruh Nusantara.” Ungkap Poppa Tee. Mereka pun tak memasang target muluk-muluk, selain memiliki agenda untuk merilis album tahun ini mereka berharap bisa unjuk gigi di festival-festival musik Internasional sembari terus melakukan eksperimen-eksperimen ajaib di laboratorium musik mereka.
source http://adirenaldi.wordpress.com/2009/03/21/dubyouth-soundsystem/